Kamis, 19 April 2012

TEORI KEPEMIMPINAN (KEORGANISASIAN)

1. MODEL KEPEMIMPIMANAN KONTINGENSI

Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).

Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). 


Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: 



Supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).

2. TEORI KEPEMIMPINAN VROOM AND YETTON

Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.

Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the For All – Seasons , dan the Intensity. 
- Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan.

Mitos the For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil.

Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras.




Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah:
1.      Mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada orang-orang yang dipimpinnya,
2.       Juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
3.      Tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
4.      Aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang dipimpinnya, dan
5.      Walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi.


3. PATH GOAL THEORY
Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path goal ini dating dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls


Model path goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar
1.      Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
2.      Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil  bawahannya

Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut
1.         Kepemimpinan Pengarah ( Directive Leadership )
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2.      Kepemimpinan Pendukung ( Supportive Leadership )
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok
3.      Kepemimpinan partisipatif ( Participative Leadership )
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4.      Kepemimpinan Berorientasi Prestasi ( Achievement Oriented Leadership )
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). 

CONTOH KASUS SONY


Sony mengalami beberapa masalah belakangan ini, menyusul adanya gempa bumi yang menimbulkan tsunami yang melanda Jepang. mengatakan memangkas 1000 pekerja di seluruh dunia dan menutup beberapa pabrik. Langkah itu terpaksa dilakukan Sony dalam menghadapi anjloknya permintaan produk baru elektronik di tengah krisis keuangan global.
Sony mengatakan akan memangkas 10 persen pabrik manufaktur, memotong investasi bisnis elektronik sekitar 30 persen dan mengurangi atau menarik diri dari area yang tidak membukukan keuntungan.
Sony, korporasi raksasa Jepang ternama, akan memangkas karyawan lima persen dari total 160.000 karyawan dalam bisnis elektronik global. Sony juga mengurangi jumlah pekerja musiman dan temporer.

ANALISIS
Jadi menurut saya masalah sony ini masuk ke dalam teori kontingensi karena kinerja kelompok yang efektif tergantung pada perpaduan yang memadai antara gaya interkasi pemimpin dengan bawahannya.

dan tindakan sony untuk memPHK 1000 tenaga kerjanya yang ada didunia menurut pendapat saya sangat tidak setuju harusnya sony sendiri bisa lebih berfikir jauh apa yang terjadi jika mereka memPHK 1000 bahkan lebih tenaga kerjanya..

ada beberapa alternatif selain memPHK 1000 tenaga kerjanya antara lain :
1. sony bisa lebih berinovasi dalam mengeluarkan produknya.
2. bisa mengurangi bahan baku pembuatan produk.
3. sony sendiri harus bisa malihat peluang dipasar bebas atau yang sedang buming dipasaran.
4. direktur pusat dari sony harus bisa membuat percaya seluruh investor atau sony haus mencari investor agar tidak kekurangan dana.
5. sony harus lebih bijak dalam mengambil keputusan tanpa harus PHK karyawan .
6. direktur utama atau cabang harus bisa mengendalikan karyawannya agar bisa sesuai target yang diinginkan sony.
7. semua perusahaan sony didunia harus mempromosikan produknya dengan lebih kreatif lagi.

mungkin dengan cara begitu sony tidak perlu lagi memPHK tenaga kerjanya .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar